top of page

Wujud Ekonomi dan Hidup Lestari Masyarakat Adat di Indonesia


Tahukah kamu kalau 9 Agustus adalah hari masyarakat adat internasional? Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kita akan kebutuhan masyarakat adat sekaligus menyoroti isu diskriminasi dan penghapusan hak-hak yang kerap mereka alami.

Sebagai negara yang majemuk secara sosiokultural, Indonesia tentunya mempunyai ribuan komunitas adat. Ironisnya, masyarakat umum acapkali memandang remeh pengetahuan mereka. Padahal, banyak sekali pelajaran penting yang bisa digali dari masyarakat adat (MA) lho.


Persebaran Masyarakat Adat di Indonesia


Masyarakat adat merupakan komunitas yang menetap di suatu wilayah adat secara turun-temurun. Mereka mempunyai kedaulatan atas sumber daya alam dan tanah. Selain itu, kehidupan sosial budaya mereka terikat pada hukum adat.

Di dalam masyarakat adat, biasanya terdapat lembaga adat yang berperan dalam menjaga kelangsungan kehidupan mereka. Ada sekitar 70 juta jiwa masyarakat adat di tanah air yang dipecah menjadi 2.371 komunitas adat. Mereka bisa ditemukan di 31 provinsi.

Persebaran masyarakat adat paling banyak adalah di Kalimantan dengan total 772 komunitas adat. Posisi selanjutnya diduduki Sulawesi, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara yang memiliki masyarakat adat sebanyak 664, 392, dan 253 berturut-turut.


Maluku sendiri merupakan rumah bagi 176 masyarakat adat. Papua menampung 59 komunitas adat. Adapun Pulau Jawa menaungi 55 MA. Seluruh komunitas adat di tanah air tersebut menjadi anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).


Implementasi Hidup Lestari oleh Masyarakat Adat


Tak bisa dibantahkan kalau masyarakat adat berperan sebagai aktor utama pemelihara kelestarian lingkungan hidup. Nah, kali ini kami akan mengulas penerapan hidup lestari oleh 2 komunitas adat di Indonesia.


Masyarakat Adat Kajang


Komunitas Adat Kajang tinggal di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa mereka, hutan disebut Topena Linua yang artinya sumber oksigen maupun kehidupan bagi semua makhluk di sekitarnya. Atas dasar itu, hutan wajib dikelola secara bersama-sama.

Masyarakat Adat Kajang menerapkan sejumlah hukum adat yang ditegakkan oleh ketua MA Kajang atau Ammatoa. Segenap anggota komunitas diminta selalu aktif menjaga bumi beserta seisinya.

Hukum adat benar-benar dijunjung tinggi. Jika ada yang merusak atau menebang sumber daya utama seperti rotan dan kayu akan didenda 12 real atau setara Rp12 juta. Sedangkan, mereka yang mengambil demi kepentingan pribadi harus membayar sanksi senilai Rp8 juta.


Prinsip hidup lestari diterapkan Masyarakat Adat Kajang dengan baik karena mereka paham bahwa kelestarian hutan sangat penting bagi mereka maupun wilayah-wilayah lain.


Masyarakat Adat Desa Sendi


Tidak hanya Masyarakat Adat Kajang, MA Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto juga mengimplementasikan prinsip hidup lestari. Masyarakat di sana menanam bambu untuk dijual sekaligus sebagai upaya pencegahan tanah longsor.

Visi ekologis Masyarakat Adat Sendi adalah pelestarian lingkungan. Itulah mengapa mereka bekerja sama dengan Forum Perjuangan Rakyat Sendi ketika lahan desa gundul. Mereka melakukan penghijauan dengan cara menanam tumbuhan buah-buahan.


Masyarakat Adat Desa Sendi juga memiliki tradisi ngideri atau mengelilingi kampung secara rutin dan menaruh air dalam wadah khusus. Kegiatan tersebut bermaksud untuk memelihara kelestarian sumber mata air dan wilayah desa mereka.


Orang luar juga tidak diizinkan membeli tanah MA Desa Sendi. Dengan cara ini, wilayah hutan mereka diharapkan bebas dari ancaman ekploitasi oleh pihak yang tak bertanggung jawab.


Penerapan Ekonomi Lestari Masyarakat Adat


Selain menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, MA Kajang pun mengayomi prinsip ekonomi lestari. Mereka memakai pewarna alami seperti getah daun tarum dan kapur dalam proses pewarnaan kain tenun.


Dalam pandangan Masyarakat Adat Kajang, kain tenun memiliki makna penting misalnya dipakai untuk menutupi jenazah dan seserahan di hari pernikahan.

Di samping memperoleh penghasilan dari penjualan kain tenun, MA Kajang juga mendapat pemasukan atas pengelolaan lahan di wilayah hutan adat. Bahkan, pada tahun 2018 penghasilan mereka dari kebun padi, merica, jagung, karet, dan lainnya menembus Rp26,1 miliar.


Masyarakat adat adalah bukti kemajemukan Indonesia. Sudah seharusnya pemerintah melindungi MA, mengakui eksistensi mereka, dan memberikan hak atas hutan adat. Sebagai masyarakat umum, kita pun perlu mencontoh gaya hidup dan ekonomi lestari yang mereka terapkan.


Referensi:






22 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page