Cleanomic
Ide #BisnisLestari: Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon
Diperbarui: 10 Apr 2022

Setiap makhluk hidup yang berada di bumi ini menghasilkan karbon, baik itu manusia, tumbuhan, dan maupun hewan. Karbon yang dihasilkan akan tersimpan di atmosfer bumi, tapi jika karbon yang dihasilkan semakin banyak maka dapat menyebabkan pemanasan iklim dan akhirnya menyebabkan bencana. Oleh karena itu, manusia mencoba beberapa hal untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan baik secara individu seperti mengurangi kegiatan yang dapat menghasilkan emisi karbon besar dan secara nasional hingga internasional dengan menanam pohon dan menjaga hutan tetap asri. Loh kenapa pohon? Kenapa bukan teknologi canggih? Nah, untuk mengetahui jawabannya, yuk simak artikel ini lebih lanjut.
Apa sih Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon itu?
Jasa penyimpanan dan penyerapan karbon itu sama hal nya dengan gudang. Ya, gudang yang biasanya kita gunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang kita. Bedanya, jasa penyimpanan dan penyerapan karbon itu fungsinya untuk menyimpan dan menyerap emisi karbon yang kita hasilkan untuk meminimalisir kenaikan suhu permukaan bumi sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan iklim.
Bagaimana bisa hutan menjadi jasa penyimpanan karbon?
Seperti yang kita ketahui bahwa tumbuhan atau pohon menghasilkan oksigen yang kita gunakan untuk bernafas. Oksigen yang dihasilkan berasal dari proses fotosintesis. Nah, pada proses fotosintesis tersebut, tumbuhan memerlukan karbon dioksida yang kita hasilkan. Karena kebutuhan akan karbon dioksida tersebut, tumbuhan atau pohon menjadi salah satu entitas yang dapat menyelamatkan bumi dari pemanasan global dengan menyerap karbon yang kita hasilkan. Dan hutan merupakan tempat di mana berbagai jenis tumbuhan atau pohon dan bahkan entitas makhluk hidup lainnya berada.
Karena hutan merupakan rumah bagi berbagai jenis tumbuhan dan pohon, sehingga hutan memiliki peran dalam meningkatkan penyerapan karbondioksida (CO2) dengan proses fotosintesis tersebut. Hasil dari fotosintesis selain menjadi oksigen yang kita hirup, juga disimpan dalam pohon tersebut dan menjadikan vegetasi tumbuh menjadi lebih besar atau makin tinggi. Pertumbuhannya akan berlangsung terus menerus hingga vegetasi tersebut berhenti tumbuh atau dipanen. Hutan dengan pohon-pohon yang dalam masa pertumbuhan mampu menyerap karbon dioksida (CO2) lebih banyak, sedangkan hutan dewasa yang pertumbuhan pohonnya mulai menurun hanya menyimpan stock karbon (C) namun tidak menyerap CO2.
Nah, berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon yang disimpan akan semakin banyak. Semakin banyak karbon yang disimpan oleh hutan, maka semakin sedikit karbon yang tersimpan di atmosfer bumi sehingga iklim dan temperatur bumi tetap stabil.
Bagaimana dengan hutan Indonesia?
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yang dimuat pada website [KLHK], bahwa hasil pemantauan hutan Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan di Indonesia adalah 94,1 juta ha dan dari jumlah tersebut, 86,9 juta ha berada di dalam kawasan hutan. Dengan begitu, Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena memiliki hutan tropis yang luas. Bahkan potensi tersebut juga dapat lebih ditingkatkan dengan upaya penanaman dan rehabilitasi hutan yang telah rusak yang tersebar luas. Mengingat, hutan Indonesia mengalami deforestasi yang tinggi.
Potensi peningkatan upaya penanaman dan rehabilitasi hutan yang telah rusak dapat dilakukan melalui sistem Mekanisme Pembangunan Bersih atau dapat disebut sebagai Clean Development Mechanism (CDM). Melalui sistem ini, Negara berkembang seperti Indonesia dapat menjual karbon yang mampu diserap dan disimpan oleh hutan seperti milik Negara maju lainnya [1]. Atau singkatnya, negara maju akan memberikan insentif kepada negara berkembang yang memiliki wilayah hutan yang luas dan sedang menghadapi ancaman deforestasi untuk meningkatkan tata kelola hutan dan berhasil menurunkan emisi karbonnya. Seperti yang telah dilakukan oleh Indonesia-Nowergia sejak tahun 2012.

[via WRI]
Bagaimana degan Perdagangan Karbon?
Munculnya isu perdagangan karbon hutan internasional dilatarbelakangi adanya pemanasan global (global warming), sebagai efek rumah kaca, sebagaimana yang disepakai pada Protokol Kyoto tahun 1997. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan karbon jika negara-negara tersebut menjaga jumlah atau menambah emisi karbon yang dihasilkan yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi “Protokol Kyoto”, yang artinya Indonesia juga ikut di dalam kegiatan penurunan emisi dan mekanisme pembangunan bersih (MPB) atau melakukan perdagangan karbon.
Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi peningkatan CO2 di atmosfer. Pasar karbon sedang mengalami perkembangan yang membuat pembeli dan penjual kredit karbon sejajar dalam peraturan perdagangan yang sudah distandardisasi. Pembeli adalah pemilik industri yang menghasilkan CO2 ke atmosfer memiliki ketertarikan atau kewajiban oleh hukum untuk menyeimbangkan emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisme sekuestrasi karbon. Fasilitas pembangkit tenaga bisa termasuk ke dalam industri ini. Penjual merupakan pemilik yang mengelola hutan atau lahan pertanian bisa menjual kredit karbon berdasarkan akumulasi karbon yang terkandung dalam pepohonan di hutan mereka. Atau bisa juga pengelola industri yang mengurangi emisi karbon mereka menjual emisi mereka yang telah dikurangi kepada emitor lain[2]
Perdagangan karbon meliputi aktivitas sebagai berikut: carbon seqestration, berupa pengembangan kemampuan penyerapan, penyimpanan karbon melalui penanaman hutan; REDD+ antara lain berupa preferensi minimalisasi konversi hutan (deforestasi) dan peningkatan kualitas penanaman, pelanggaran penebangan hutan liar dan prevensi kebakaran hutan (degradasi); maintaining carbon stock, berupa pelanggaran penebangan liar dan prevensi kebakaran baik di hutan lindung maupun hutan konservasi; dan increasing carbon stock berupa pengayaan dan penguhutanan kembali[3].
Diantara sebagian besar kegiatan-kegiatannya, saat ini muncul paradigma baru tentang peran hutan sebagai penyimpan karbon. Disebutkan bahwa biomassa pohon dan vegetasi di hutan berisi cadangan karbon yang sangat besar dapat memberikan keseimbangan siklus karbon bagi keperluan seluruh mahkluk hidup di muka bumi. Karbon hutan adalah karbon dari pengelolaan hutan yang menerapkan kegiatan-kegiatan penyimpanan (stock) karbon, penyerapan karbon dan penurunan emisi karbon hutan [5]. Adanya karbon hutan merupakan upaya mitigasi perubahan iklim global melalui perannya sebagai pengurangan emisi (buangan) karbon hutan, penyerapan CO2 dari atmosfer dan pemeliharaan persediaan karbon.
Bagaimana dengan Kegiatan Usaha Jasa Peyerapan Karbon pada hutan?
Kegiatan usaha pemanfaatan penyerapan karbon pada hutan lindung meliputi penanaman dan pemeliharaan dari bagian kegiatan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, dan hutan desa yaitu penyerapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemananenan dan pemasaran sesuai dengan sistem silvikultur yang diterapkan pada seluruh areal atau bagian hutan atau blok hutan.
Kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan atas kawasan hutan Indonesia menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) penyerapan atau penyimpanan karbon melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.36/MenhutII/2009 (sebagaimana diubah).
Perusahaan di Indonesia yang melakukan usaha di bidang Jasa Penyimpanan dan Penyerapan Karbon
PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (HTI PT. SBA WI) yang berlokasi di Sumatera Selatan merupakan salah satu perusahaan yang melakukan usaha di bidang jasa penyimpanan dan penyerapan karbon [4]. Selain itu, hutan mangrove dan lahan gambut juga dapat dimanfaatkan sebagai penyimpan karbon [5].
Untuk memahami detail lebih lanjut soal model bisnisnya, kamu bisa juga dengerin podcast CEO nya PT Rimba Raya Makmur disini. PT Rimba Raya Makmur mengelola proyek hutan karbon terbesar di Indonesia:
Referensi:
[1] Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Pemanfaatan Jasa Hutan Sebagai Penyerap Karbon Sebagai Alternatif Pendanaan Di Sektor Kehutanan Menuju Hutan Lestari. FORDA-INDONESIA. Diakses pada 19 Maret 2021. Link : https://wahyukdephut.wordpress.com/2009/01/31/pemanfaatan-jasa-hutan-sebagai-penyerap-karbon-sebagai-alternatif-pendanaan-di-sektor-kehutanan-menuju-hutan-lestari/ [2] Subadi, S., & Ardianto, R. (2015). IZIN USAHA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN (IUPJL) PENYERAPAN ATAU PENYIMPANAN KARBON HUTAN DALAM PERDAGANGAN KARBON HUTAN. JURNAL YUSTISIA MERDEKA, 1(2). [3] Dikutip dari, http://fhunsyiah.blogspot. com/2012/12/mencari-bentuk-entitas-danmodel.html, pada hari jum’at, 19 Maret 2021. [4] Rahmat, M. (2010). Evaluasi Manfaat Dan Biaya Pengurangan Emisi serta Penyerapan Karbon Dioksida pada Lahan Gambut di HTI PT. SBA WI. Bumi Lestari Journal of Environment, 10(2). [5] Purnobasuki, H. (2012). Pemanfaatan hutan mangrove sebagai penyimpan karbon. Buletin PSL Universitas Surabaya, 28(3-5), 1-6.