top of page

5 Cara Mengurangi jejak karbon makanan kita

Diperbarui: 12 Des 2023



Sebagai kontribusi kita untuk mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas kita, sepertinya perlu untuk mengurangi jejak karbon dari apa yang kita makan, karena kontribusi jejak karbon makanan di suatu rumah tangga cukup besar, yaitu hingga 30% dari total jejak karbon rumah tangga. Hal ini yang menjadikan tantangan tersendiri untuk industri makanan: memenuhi demand makanan dari sekitar 7,6 miliar orang di dunia yang bertumbuh sekitar 1,1% per tahun (atau sekitar 353.000 bayi lahir per hari!), sambil juga mengurangi jejak karbon makanan.


Sebelumnya kami sudah pernah membahas komponen-komponen yang diperhitungkan saat menghitung jejak karbon dari makanan kita. Tidak semua perhitungan menggunakan komponen-komponen yang sama, jadi angka jejak karbon per bahan makanan juga akan berbeda-beda. Daripada fokus pada perbedaan angka, yuk kita fokus pada apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi jejak karbon ini.


Dari sisi produsen, ternyata banyak sekali praktek-praktek yang bisa diaplikasikan untuk menurunkan emisi karbon di fase produksi, misalnya pertanian organik. Namun demikian, praktek-praktek ini dampaknya sangat bervariasi dari satu lahan pertanian/peternakan ke lahan lainnya. Satu praktek di yang berdampak baik suatu lahan pertanian/peternakan dalam hal pengurangan emisi karbon belum tentu sama berartinya untuk lahan yang lain. Faktor geografi memegang peranan yang penting, misalnya dari temperatur cuaca setempat yang bisa mempengaruhi proses biologis dan kimia yang berdampak pada emisi karbon.


Nah, untuk kita sebagai konsumen, dari referensi-referensi yang kami baca, ini tips supaya kita bisa mengurangi jejak karbon dari piring kita yang diambil dari referensi-referensi ilmiah:


1. Mengurangi makan daging sapi dan domba


Mengubah menu dan diet dengan mengurangi daging-dagingan dan keju menjadi makanan dari tumbuh-tumbuhan memang hal paling utama yang akan mengurangi jejak karbon kita.  Karena di seluruh referensi yang kami temukan, jenis makanan dari hewan, terutama sapi dan domba, ini punya emisi karbon yang (jauh) lebih besar daripada yang dihasilkan oleh jenis makanan dari tumbuh-tumbuhan. Seberapa jauh lebih besar? Daging sapi, misalnya 10-20 kali emisi GRK-nya daripada kacang-kacangan per kg-nya. Masih ingin makan daging?


Coba ganti daging sapi dengan daging ayam atau ikan, yang emisi GRK nya lebih kecil 4-12 kali lebih kecil.


Oiya, dengan ganti kacang-kacangan sebagai sumber protein kita, bahkan lebih ok lagi karena salah satu referensi menunjukkan bisa mengurangi karbon yang sudah ada di atmosfer.


2.  Untuk minuman, kalau bisa mari kurangi teh, kopi dan coklat karena jejak karbonnya yang juga tinggi.


Susah? Ada beberapa tips, untuk setidaknya mengurangi jejak karbon dari minuman itu: kurangi penggunaan susu di minuman itu –jadinya teh, kopi, coklat biasa aja) dan ini penting: masak airnya sesuai dengan yang dibutuhkan aja!


3.  Makan produksi lokal?


Ternyata jarak produksi dan titik penjualan ternyata tidak terlalu berpengaruh besar terhadap total emisi GRK dari suatu bahan makanan.  Beberapa kajian yang kami temukan memang memperlihatkan kontribusi emisi GRK dari transportasi produk memang kecil, yaitu sekitar 5-10% dari total emisi GRK satu produk makanan. Tapi bukan berarti sama sekali tidak berpengaruh, ya. Kontribusi transportasi ini akan jauh membesar ketika diangkut dengan transportasi udara. Bagaimana kita bisa tahu bahan makanan yang diangkut dengan angkutan udara? Kira-kira adalah produk segar yang bisa cepat membusuk, yang datang dari jauh dari tempat kita berada.


4.  Makan processed food atau fresh?


Nah ini ada hubungannya dengan food loss and waste. Penelitian menunjukkan bahwa makanan yang dikemas, yang kemasannya tahan lama, dapat mengurangi kehilangan bahan makanan (food loss-waste). Dengan tingkat kehilangan bahan makanan yang lebih kecil, jejak karbon makanan kita akan berkurang juga. Tapi menurut kami sih, mendingan makan fresh biar lebih sehat, tapi gak usah food waste!


5.  Kompos


Terakhir, dikomposnya sampah organiknya. Eits, tapi komposnya dilakukan dengan metode aerobic ya. Alias yang diaduk dan ada kontak dengan udara, supaya proses pembusukan bahan organiknya tidak berubah menjadi gas metana yang potensi efek rumah kacanya 25 kali lebih besar daripada karbon dioksida, yaitu gas yang dihasilkan dengan proses pengomposan aerobik. Lebih baik lagi kalau komposnya dilakukan di rumah masing-masing, karena sampah organik yang ditumpuk di tempat sampah, sebelum dikompos di tempat pengolahan sampah yang lebih besar, proses pembusukan secara anaerobiknya kemungkinan sudah dimulai.


Apalagi yang sama sekali tidak dikompos, di TPA bahan organik ini menjadi sumber gas metana dari TPA.

Mengganti diet menjadi plant-based diet memang jadi kunci utama pengurangan jejak karbon kita. Tapi bukan berarti itu satu-satunya ya, penting juga untuk perhatikan cara kita olah makanan, tidak membiarkan jadi terbuang hingga mengelola sampah makanan, supaya kita bisa tetap sehat sekaligus minimasi dampak urusan perut kita kepada lingkungan.  Jadi, mau coba tips yang mana nih?


Btw, berikut referensi-referensi yang kami pakai di tulisan ini dan di tulisan sebelumnya, it’s some good reads!

10.616 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page