top of page

Coral Triangle Center: Mengedukasi Pentingnya Konservasi Karang dan Lautan

Diperbarui: 2 Des 2023




Tahukah kamu, sebagian wilayah lautan di Asia Tenggara memiliki tingkat keanekaragaman hayati tertinggi dari keseluruhan wilayah lautan yang ada di bumi. Wilayah lautan tersebut dikenal dengan istilah "Segitiga Terumbu Karang". Terumbu karang seperti yang kita ketahui memiliki banyak fungsi, utamanya sebagai penopang ekosistem spesies laut yang jumlahnya tak terhingga. Terumbu karang juga melindungi manusia dengan menjaga garis pantai dari bahaya badai, erosi, dan banjir. Serta tentunya terumbu karang sebagai rumah dari biota laut menopang industri perikanan dan menyuplai sumber makanan penting bagi jutaan orang di seluruh dunia.


Terumbu karang juga berperan pada siklus karbon dan menjaga kualitas keasaman air laut. Keberadaan terumbu karang sebagai habitat menakjubkan pun menjadi arena wisata yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Setidaknya sekitar 500 juta orang di seluruh dunia bergantung pada terumbu karang untuk makanan, pendapatan, dan ketahanan pesisir. Namun, sayangnya 95% terumbu karang di Asia Tenggara terutama di lautan Indonesia terancam karena kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Situasi ini pun mendorong eksistensi Coral Triangle Center.


Coral Triangle Center (CTC) adalah organisasi non profit lokal berbasis di Bali yang bergerak di bidang konservasi karang dan laut daerah timur Asia Tenggara pada wilayah Segitiga Terumbu Karang yang mencakup 6 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, Timor Leste. CTC bermula dari pemikiran Rili Djohani, founder sekaligus Executive Director CTC hingga saat ini. Rili yang merupakan ahli ekologi kelautan telah menghabiskan waktunya untuk penyelaman handal di berbagai wilayah seperti Laut Utara, Mediterania, dan Karibia. Namun, yang ia temukan di wilayah lautan di Segitiga Terumbu Karang adalah yang terbaik. Dengan diversitas melimpah yang kaya dan penuh warna.


Sebagai seorang ahli, Rili tahu bahwa terumbu karang memberikan banyak manfaat bagi umat manusia dalam berbagai hal. Namun, Rili juga menyadari bahwa tidak semua orang paham untuk menjaga terumbu karang dan ekosistem laut. Dibuktikan dengan ulah sekelompok manusia yang menangkap ikan dengan peledak telah menyebabkan kehancuran bagi sebagian terumbu karang. Selain itu, aktivitas manusia lain seperti penangkapan ikan ilegal menggunakan pukat, polusi plastik, dan perubahan iklim juga akhirnya menghapus kehidupan yang ada di sana. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan menimbulkan kerugian besar yang jelas. Komunitas nelayan lokal akan menjadi korban pertama dari kerusakan terumbu karang dengan tidak ada lagi mata pencaharian, tidak ada perlindungan dari gelombang buruk, dan tentunya juga berarti kita akan kehilangan sumber bahan pangan penting.


Rili berusaha untuk mengambil peran dalam mengatasi ancaman kerusakan terumbu karang dan hilangnya keanekaragaman hayati di wilayah Segitiga Terumbu Karang. Bersama rekan-rekannya yakni George Tahija, Hasyim Djalal, dan Made Subadia, Rili mendirikan CTC sebagai yayasan independen pada tahun 2010. Fokus CTC adalah memberikan pelatihan dan pendidikan yang inovatif serta adaptif kepada sebanyak mungkin orang terkait dengan sustainable fishing dan memastikan bahwa kawasan konservasi laut pada Segitiga Terumbu Karang dikelola secara efektif.




CTC berusaha mewujudkan "cakupan regional berdampak global" dimulai dengan menciptakan jaringan pembelajaran di enam negara, melatih para pemimpin dari kaum perempuan, hingga membangun kemitraan dengan sektor publik dan swasta untuk dilibatkan dalam konservasi sumber daya lautan. Kurikulum pembelajaran CTC dikembangkan sendiri melalui konsultasi bersama para profesional MPA dan ilmu kelautan dengan materi yang bisa diakses melalui modul dan juga pembelajaran secara langsung.

Untuk pembelajaran ke lapangan, salah satu lokasinya terletak di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida yang memiliki luas 20.057 hektar dan letaknya paling dekat dengan kantor pusat CTC. Wilayah KKP lainnya terletak di Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat, Kepulauan Banda di Maluku Tengah, Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur, Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Pulau Pantar. Target CTC adalah untuk terus melakukan pengembangan berkelanjutan pada KKP tersebut dan menjangkau lebih banyak masyarakat.

Untuk menopang pembiayaan kegiatan operasionalnya, tahun 2017 lalu, CTC berhasil membuka Pusat Konservasi Laut, sebuah ruang belajar laksana universitas dengan media seni dan sains untuk memperkuat pemahaman tentang konservasi laut. Pusat Konservasi Laut ini menampilkan di antaranya Coral Wall, sebuah instalasi keramik monumental yang terbuat dari 3.000 patung karang keramik berlapis kaca yang bertujuan untuk mengajarkan ribuan orang untuk belajar lebih banyak tentang keindahan dan kerapuhan terumbu karang, serta terdapat juga arena berkonsep Escape Room dengan dua jenis permainan 'SOS From the Deep' dan 'SOS Plastic Danger' untuk belajar atraktif seputar terumbu karang dan isu polusi plastik.


Dari 2010 hingga saat ini CTC setidaknya telah melindungi 387.000 hektar habitat laut yang penting serta telah melatih lebih dari 5.000 orang dari berbagai kalangan untuk mendukung kawasan perlindungan laut dan pengelolaan perikanan berkelanjutan di seluruh kawasan Segitiga Terumbu Karang. Untuk tahu lebih banyak tentang cara kerja CTC, kamu bisa simak episode podcast Cleanomic Radio yang membahas mengenai konservasi karang dan laut bersama dengan Lyris Lyssens selaku Business Development dari Coral Triangle Center. Yuk, langsung dengarkan!

Oh ya, CTC juga membuka peluang bagi siapa saja yang ingin menjadi volunteer dan adopsi koral/karang. Info selengkapnya bisa kamu cek langsung di website resmi CTC. Kamu juga bisa berdonasi untuk mendukung kegiatan CTC. Akses laman donasi di sini ya!


Lokasi : Bali

Founder : Rili Djohani


Sumber:

80 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page